Nightfall in Dundee

Nightfall in Dundee
A beautiful twilight in Dundee

Saturday 18 August 2012

My Life in Dundee – part 1: The people

Jelang satu tahun sudah sejak pertama kali saya menginjakkan kaki di Dundee, kota di sisi timur Skotlandia yang menghadap sungai Tay. Kota ini dikenal sebagai ‘the sunniest city in Scotland’, karena memang dibandingkan dengan kota-kota lainnya paling cerah. Tapi tentu saja, jangan bandingkan dengan matahari di Indonesia; cerah yang saya maksud adalah cukup untuk menikmati indahnya langit biru di Skotland. Walaupun langit cerah dan matahari bersinar terang, kalau berjalan di bawah bayangan bangunan batu kelabu di kota ini tetap saja merasa brrrrr..!!

dundeelaw
Dundee Law - The highest point in Dundee

Untunglah meskipun cuaca di Dundee tidak sehangat kota-kota di Indonesia, warga di sini memiliki kehangatan yang umumnya dimiliki penduduk kota kecil. Sebagai kota terbesar ke empat di Skotlandia, Dundee yang pada tahun 2011 tercatat menampung 145.570 jiwa ini hampir seperempat (23.3%) penduduknya berusia di atas 60 tahun. Kalau sedang berjalan-jalan di pusat kota terutama saat weekend, cukup sering saya bertemu oma-oma dan opa-opa yang tidak segan untuk tersenyum dan sekedar menyapa ‘hallo’ kepada mahasiswa internasional seperti saya. Tersesat pun saya tidak ragu untuk bertanya pada warga yang kebetulan lewat, mereka biasanya dengan senang hati memberi tahu dan kadang saat beruntung menawarkan untuk menunjukkan tempat yang dituju. Tapi biasanya sih saya jarang sampai harus bertanya pada orang lewat. Thanks to Google map & Android apps!

dundeecitycentre_diansari
Dundee City Centre
Selain penduduknya, menurut saya Dundee juga memiliki tata kelola kota yang ramah. Fasilitas untuk warga berkebutuhan khusus (disabled), pelancong dan warga lansia adalah beberapa di antara sekian banyak yang dapat saya panggil dari memori dalam sekejap. Contoh fasilitas umum yang disediakan untuk warga berkebutuhan khusus termasuk tempat parkir mobil, toilet, tempat duduk di bis kota, tangga dan lift. Website pun, contohnya website universitas dan e-learning system yang digunakan harus dapat diakses oleh pengguna berkebutuhan khusus, misalnya low vision dan buta warna.

Sebagai bagian dari The United Kingdom, Skotlandia memang menerapkan kebijakan equality and diversity yang menjamin hak dari setiap warga tanpa memandang usia, kebutuhan khusus, gender reassignment, pernikahan dan civil partnership, kehamilan dan maternitas, ras, agama dan kepercayaan, jenis kelamin dan orientasi seksual. Secara pribadi saya sangat mengapresiasi adanya kebijakan ini; inilah wujud penghargaan tertinggi negara terhadap warganya. Saya tertarik untuk membahas kebijakan ini lebih detil, tetapi di artikel lainnya.

Sebelum datang ke Skotlandia, saya sudah diingatkan kalau logat Scottish (orang Skotlandia) itu agak susah dimengerti, terutama oleh mereka yang bukan penutur asli (non-native speakers) yang kiblat bahasa Inggrisnya lebih ke American English. Ternyata sesampainya di sini, saya menyadari bahwa warga Dundee atau Dundonian, memiliki logat dan bahasa lokal yang jauh lebih susah dimengerti! 

Satu setengah jam perjalanan saya dari Edinburgh  ke Dundee saat saya baru datang dulu hanya diisi keheningan. Lima belas menit pertama saya mencoba mengobrol dengan sopir travel yang menjemput, tapi hanya 30% kalimatnya yang saya pahami. Berulang-ulang saya mencoba untuk mengklarifikasi maksud kalimatnya sampai akhirnya saya memutuskan, OK, sepertinya dia juga mulai capek dengan saya, hahahaha. Ini juga yang membuat saya sebisa mungkin menghindari enquiry via telepon dan lebih memilih online atau tatap muka. Setidaknya kalau bertatap muka, mereka bisa langsung menangkap ekspresi bingung saya. Buat yang penasaran ingin mendengar logat Dundonian silakan cek link berikut: logat Dundonian.
 
Buat yang tertarik dengan sejarah Skotlandia, ini video menarik yang dibuat oleh BBC dan dibawakan dengan aksen Scottish: The history of Scotland

Untungnya, penduduk di kota ini sangat beragam dan jumlah pendatang pun cukup besar, terutama mahasiswa internasional. Saya tidak hanya berinteraksi dengan warga lokal tapi orang-orang dari berbagai suku bangsa: Asian (Chinesse yang terbanyak, Indian, Pakistani, Thai dan lainnya), European, African (Nigeria termasuk yang terbanyak), American dan Australian. Saya sendiri tidak berusaha mempelajari aksen Dundonian karena memang sulit dan tidak berpengaruh terhadap studi saya.

Di program studi yang saya ambil, dosen-dosen saya kebanyakan bukan Scottish, tapi English, Welsh, Australian, Irish. Memang masing-masing memiliki logat yang khas, tetapi untungnya tidak sesusah Dundonian. Sedikit diksi Dundonian yang saya tahu cuma ‘wee’ yang artinya ‘little’ dan ‘tatties’ untuk ‘potato’. Selain itu, kalau diajak ngobrol saya cuma bisa nyengir, hahaha!

No comments:

Post a Comment