Nightfall in Dundee

Nightfall in Dundee
A beautiful twilight in Dundee

Monday 17 June 2019

Ayo segera nyusul ya…


Ucapan ini sering dilontarkan pada teman yang masih jomblo, belum menikah atau belum memiliki anak ketika berhadapan dengan orang lain seusianya yang sudah lebih dulu memasuki fase-fase kehidupan tadi. Bisa jadi ini doa tetapi sering juga bernada ejekan seperti “ayo kapan nyusul?”  lalu mulai mengabsen orang-orang yang belum masuk ke fase tersebut. 
Bahkan untuk saya yang sudah menikah, mendengar orang lain disemangati untuk segera menikah masih terasa mengganggu di telinga. Mungkin karena pada umumnya yang biasanya disemangati adalah para perempuan, meskipun ada juga laki-laki yang mengalami situasi serupa.

Menikah adalah pilihan dan bukan perlombaan. Menjadi perempuan lajang di usia 30an bukanlah dosa dan tidak perlu mengundang prihatin. Tidak semua perempuan melajang karena “tidak laku”. Toh mereka bukan dagangan. Sebagian melajang karena pilihan atau karena belum menemukan orang yang cocok. Sepenuhnya itu adalah hak mereka. Menikah lebih dulu tidak menjamin lebih bahagia, dan melajang tidak berarti hidupnya lebih menyedihkan. Jadi berhentilah mengasihani para lajang berlebihan. Doakan saja mereka bahagia dan menemukan apa yang mereka cari dalam hidup. Entah itu pasangan hidup, tujuan hidup, atau lainnya.

“Menikah lebih baik daripada berzinah” kata mereka. Oo… tidak seperti itu kisanak. Siapa bilang melajang lalu berzinah? Dan sadarilah bahwa bagi sebagian orang, tujuan mereka menikah bukan hanya legalisasi terhadap hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Sungguh itu terlalu merendahkan arti sakral pernikahan.

Sulit untuk menyalahkan orang-orang yang sering bertanya”kapan nyusul?” atau menyemangati “ayo segera menyusul” karena begitulah lazimnya ekspektasi sosial dalam budaya kita. Lulus, bekerja, menikah, punya anak, membesarkan anak, dan seterusnya. Mungkin saya saja yang aneh. Hahaha…

Mungkin ada yang berkomentar, “orang lain yang disemangati, kok situ yang sensi? Nggak bahagia ya pernikahannya?”. Well, I don’t give a sh*t. Tidak ada orang yang selalu bahagia sama seperti tidak ada orang yang selalu sedih hidupnya. I learn to enjoy every moment in my life, whether it’s a rainy day or a day full of sunshine. Tapi saya tahu, dalam suatu pernikahan banyak kompromi, banyak saat-saat menahan diri, dan banyak penyesuaian. Menikah tidak berarti otomatis bahagia, tidak. Apalagi jika menikah dengan orang yang salah hanya untuk memenuhi harapan lingkungan sosial. It is OK to be different and everyone’s timeline is not always the same. Buat yang masih single dan berharap bertemu jodohnya semoga disegerakan dan bagi yang masih ingin mengejar cita-cita, menemukan tujuan hidupnya, just go on.

No comments:

Post a Comment